Mendarat di Schipol, Amsterdam 2016
Sunday, 25 March 2018
Add Comment
International Airport Schipol, Amsterdam , The Netherlands |
Oktober 16 2016, saya
resmi menginjakkan kaki di salah satu sudut dunia, di belahan Eropa untuk pertama kalinya , Amsterdam. Ibu kota negara “
kincir angin” ini sangat kental dengan budaya traditional Eropa dengan bangunan
yang khas ala Europe pada umumnya. Teringat sebuah tulisan saya di tahun 2009 (
7 tahun yang lalu) yang terinspirasi dari salah satu video visualisasi mimpi
anak IPB. Video ini sempat viral yang
berisikan bagaimana dia menulis 100 mimpinya di atas kertas dan sartu persatu
mimpinya di peluk oleh Tuhan . Saya pun melakukan hal yang sama , saya tulis salah
satu mimpi yakni ingin menempuh studi di “ Jepang/Belanda “ . Akhirnya
Belanda dapatnya. Visualisasi mimpi ternyata berdampak positif juga ke saya. Finally,
I am here ( now, I was here-late
posted )
“Burung Besi” Garuda Indonesia dengan Rute penerbangan
Indonesia - Singapore - Amsterdam sukses mendaratkan kaki saya di Bandara
Schipol Amsterdam setelah menempuh perjalan 13 jam nonstop di udara dengan
kondisi selamat tanpa kurang suatu apapun. Tibalah jiwa dan ragaku pada tanggal
16 Oktober 2016 pada pukul 08.30 waktu Eropa ( di Indonesia masih pagi buta ,
since Indonesia jauh lebih cepat 6-7 jam dengan waktu di Eropa) dengan segenap
mimpi yang akan diperjuangkan . Semilir angin dingin menyambut saya beserta
penumpang lainnya. Kala itu adalah akhir musim gugur , dimana dedaunan
berjatuhan begitu indahnya, daun “ maple” yang entah mengapa menjadi “
sulap” , menyadarkanku bahwa saya sudah di luar negeri . Alhamdulillah.
“ Its very cool”
, kataku repleks pada pramugari atau
semacam guide yang menuntun penumpang menuju ke antrian pengecekan
passport dan visa di ke imigrasian bandara.
“ Yeah, Its cool”
balas bule yang ada di” belakang saya” yang lagi berjalana keluar dari pintu
pesawat. Asap mengepul dari mulut saya, pertanda saya ada di negara ber-musim 4
, akhirnya saya menginjakkan kaki di Eropa , gumamku dalam hati. Maklum Belanda
yang pada faktanya adalah negara yang berada di bawah permukaan laut merupakan
negara terdingin di dunia, bahkan summer saja untuk sekelas orang tropis
seperti saya masih bukan “ summer” , hanya musim panas biasa hehe.
Saat itu kami di jemput
oleh Maz Arieza dan beberapa mahasiswa tahun kedua lainnya , yang akhirnya
sekitar 30 menitan bertemu di spot yang kami sepakati. Pertama kami memastikan
membeli kartu SIM yang akan menajdi nomer aktif selama kita di Belanda. Saat
itu saya memutuskan untuk membeli kartu perdana LEBARA dengan paket kuota 2G
yang bisa di Top Up online dengan harga 35 EURO atau setara IDR 350.000
( kurs Euro terhadap rupiah saat itu). Kedengarannya mahal ya. Tapi 2 Gigabyte
itu gak bakal habis dalam sebulan karena tarif yang mereka kenakan dalam akses
internet relatif lebih murah jika dibandingkan di Indonesia, dengan kecepatan
per detiknya yang luar biasa. Selama 1 bulan pertama di Belanda, GPS saya
selalu aktif, kemanapun saya pergi pasti
GPS saya aktifkan (takut nyasar ) karena baru menyesuaikan. Bahkan kejadian
terlucu saya memakai GPS dari asrama ke kampus di minggu-minggu awal
perkuliahan.
Kesan pertama
menginjakkan kaki di Eropa adalah “ excited ” , saya tertarik dari dulu
dengan bangunan tua sama halnya bangunan-bangunan di tempat-tempat wisata di
Indonesia yang notabene peninggalan bangsa Londo =Belanda, seperti benteng Vredberg
yang ada di Malioboro, Jogjakarta ataupun Benteng Rotterdam di Makassar.
Pada intinya saya senang dengan gaya arsitektur Eropa. Saya percaya dengan
segala keindahan yang Allah swt ciptakan adalah anugerah terindah yang patut
kita syukuri , terlebih kemegahan itu ada di sudut dunia yang ribuan mil
jauhnya dari Indonesia, bagiku sebagai anak desa, its amazing . Tentu
ini adalah pengalaman yang tidak semua orang akan bisa mencicipinya jika bukan karena kehendak sang Kuasa.
Sehabis mengantri di petugas ke imigrasian,
selanjutnya sama seperti keyakinan saya , Mungkin ini adalah mitos. Konon jika
kita ber-photo di suatu tempat yang sifatnya momentum atau
mungkin jarang terjadi, maka kemungkinan suatu saat kita kita akan kembali ke
tempat itu di waktu yang berbeda/kesempatan lain . Karena saya ingin suatu saat
nanti kembali ke tempat ini ( sugesti diri agar itu terwujud suatu saat
nanti) ,, maka saya mengabadikannya dalam gambar /photo
seperti di bawah ini :
Source : Self Documentary, Schipol , Amsterdam |
Berphoto
bersama sambil menunggu teman yang lain mengambil bagasi di Bandara Schipol . Keterangan
photo : Jaket hijau : Mbak Fuji ( Awardee Beasiswa NFP 2016) , Jaket Orange (
Awardee ? ) , Jaket hitam hemmm……
Saya
salut dengan betapa tertib dan teraturnya “ negara maju” sekelas Belanda, di man-mana
ada label petunjuk dan petugasnya ramh-ramah ( bekerja secara professional) ,
menyusuri lorong-lorong yang panjang dari gate penerbangan internasional ke
ruang tunggu arrival itu panjang banget saudara-saudara.
Source : Self Documentary, I AMSTERDAM |
Satu-satunya
photo sendiri yang saya punya di depan icon bandara Schipol, I AM STERDA(M),
bersih banget ya…
Source : Self Documentary , Photo bersama salah satu Awardee NFP 2016 |
Fokus sama tulisan I AM(STERDAM)-nya aja
hehe , senyum sumringah kami sebelum berjuang….Jujur photo ini diambil “ngumupet-ngumpet”
karena kereta akan segera berangkat menurut jadwal actual di 9292 (
Aplikasi android yang berisi jadwal keberangkatan transportasi umum di Belanda)
, bahkan kami diteriakin berkali-kali sama Kak Arieza ( Awardee LPDP 2015-2017)
untuk segera turun di stasiun mengingat jadwal sangat strict dan punctual.
Habis berphoto-photo ria
selanjutnya kami bergegas naik kereta api ke kota Delft ( kota tujuan saya).
Kereta api yang kami tumpangi akan melaju selama 1 Jam dari Amsterdam Station
to Delft Station. Sepanjang perjalanan , dengan naik kereta apai , tidak
terlalu banyak yang bisa disaksikan oleh mata, karena jalur kereta api
cenderung berada pada pinggiran perkotaan , daerah pertanian atau daerah
perindustrian, jadilah selama perjalanan
hanya ladang perkebunan, pertanian dan peternakan yang mendominasi pemandangan.
Tapi nuansa hijau, orange, merah, kuning dan putih dari dedaunan sebagai
penanda musim gugur sungguh memanjakan mata.
Berikut wajah-wajah
selfie kami yang masih kusut dan capek pasca penerbangan panjang berphoto di
lorong kereta lantaran lantaran kami membawa banyak
barang, takut menggangu penumpang lainnya . Saya seh sedkit aja ( tapi kresek hitam itu loh yang di tangan saya) à sudah terbang dari Indo hingga
Belanda. Keren kresek-nya terbang melintasi 2 Benua.....
Source : Self Documentary, While in the Train to Delft |
Source : Self Documentary, Group Photo in Delft Station |
Kami sempat
mengabadikan photo di depan Pintu keluar Delft Station sebelum kami tiba di
kampus sebelum ke Mina Hostel ( asrama mahasiswa elit untuk mahasiswa UNESCO –IHE
Delft dan TU Delft). Orang-orang di photo tersebut 2 diantaranya adalah
Mahasiswa baru juga dari Afrika dan Brazil , Mbak yang muka China itu dari
Mongolia Mahasiswa master angkatan tahun kedua ( 2015) dan yang cowok lagi
sibuk mandangin adek kelasnya sepertinya dari Brazil juga. Mas Arieza (
kaburrr) gak mau di photo…yang mbak pegang koper namanya Dina alumni UGM ( PNS Dinas
PU PR –NFP juga sama Mbak Wiwin Alumni salahs satu kampus di Bandung juga
wardee NFP), satu ada AYU alumni UNDIP ( Awardee STUNED) tapi gak ada di photo, katanya " diculik" sama kakak kelasnya hehe...
Kalo yang di belakang bule tinggi, kurang faham….nebeng
eksis katanya
Tapi bapaknya keren ramah walaupun tidak dianggap
dalam photo hehe…
Setiba kami di kampus
UNESCO-IHE langsung disambut ramah oleh para staff di kampus tersebut, dan
disuguhkan nasi dengan lauk agak Asian taste, ya lumayanlah , jadi perutnya tidak langsung kaget. Dan saat
itu juga kami diberikan kunci kamar, kartu mahasiswa ( kunci sensor untuk akses
official di IHE), serta jaket mahasiswa IHE yang akan jadi almamater kita nantinya.
Source : Self Documentary, Photo dengan Mbak Fuji dan Mbak dari Brazil ( lupa namanya hehe) |
Selama perjalanan menuju ke asrama kita , sempat
mengabadikan banyak hal termasuk photo bertiga termasuk dengan bule keren di
samping saya yang katanya “ jago meditasi melalui kegiatan yoga bahkan dia bawa
karpetnya segala dari Brazil …wodaouhh….sama kaya saya ya bawa kresek dari Indo
. Sempat juga mengabadikan betapa indahnya kanal di kota Delft yang sangat
segar denga bunga bunga yang mekar menambah suasana romantis dan
tenangnya kota “ keramik biru “ ini.
Source : Self Documentary, Salah satu pemandangan romantis di Kota Delft, diambil di perjalana menuju Hostel Mina di Krusemaanstraat |
Delft, I am coming…….
To be continued……
Next story : Cerita “ Terhipnotis Delft di Minggu Perdana ”
0 Response to "Mendarat di Schipol, Amsterdam 2016"
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung di website kami